GOESSNEWS.COM – BENGKULU – Kejaksaan tinggi bengkulu bidang tindak pidana khusus , Sudah enam orang ditetapkan Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Bengkulu sebagai tersangka dalam kasus dugaan Korupsi Kebocoran PAD Mega Mall dan PTM Bengkulu.
Enam orang tersebut yakni Mantan Walikota Bengkulu Ahmad Kanedi, Kurniadi Benggawan selaku Direktur Utama PT Trigadi Benggawan, Hariadi Benggawan selaku Direktur PT Trigadi Benggawan, Satriadi Benggawan selaku Komisaris PT Trigadi Benggawan, Chandra D. Putra selaku Mantan Pejabat BPN Kota saat itu menjabat sebagai Kasi pengukuran, Wahyu Laksono selaku Direktur PT. Dwisaha Selaras Abadi.
Saat disinggung apakah kasus tersebut berlanjut, dengan pihak Kejati Bengkulu memastikan akan terus berlanjut karena pihaknya terus melakukan pemeriksaan.
Kajati Bengkulu Victor Antonius Saragih Sidabutar melalui Kasi Penkum Kejati Bengkulu, Ristianti Andriani mengatakan, pihaknya terbaru untuk kasus dugaan Kebocoran PAD Mega Mall dan PTM Kota Bengkulu, sudah memeriksa Mantan Kepala BPN Kota, Ammarullah.
Pemeriksaan bersangkutan langsung dilakukan Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Bengkulu di Bandung Jawa Barat atau tepatnya dirumah bersangkutan di Jalan Sarirasa 1 Sukasari Bandung.
“Pemeriksaan bersangkutan kapasitasnya masih sebagai saksi yakni saat itu ia menjabat sebagai Kepala BPN Kota Bengkulu,” kata Kasi Penkum Kejati Bengkulu.
Saat disinggung apakah kaitannya tersangka, Kasi Penkum belum bisa mebeberkan lebih banyak lagi. Namun tentunya bersangkutan ada hubungan dengan salah satu tersangka yakni Chandra D. Putra yang saat itu merupakan bawahannya.
Diketahui jika sebelumya, untuk Aset tersebut sudah dianggunkan kepada Bank sejak tahun 2004 kepada 4 perbankan yang sudah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi.
Kasus tersebut bermula dari lahan Mega Mall dan PTM Bengkulu beralih status dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) pada 2004 menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Kemudian SHGB dipecah menjadi dua, Satu untuk Mega Mall dan satu lagi untuk pasar.
Setelah itu, SHGB diagunkan ke perbankan oleh pihak ketiga, kemudian disaat kredit menunggak SHGB kembali diagunkan ke perbankan lain hingga berutang pada pihak ketiga.
Selain itu juga, sejak berdirinya bangun tersebut, pihak pengelola tidak pernah menyetor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas daerah. tindakan ini telah menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai lebih kurang hampir 150 miliar rupiah.**Muf